Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Sabtu, 08 Juni 2013

Peran baru Andik Vermansyah, pemain bintang yang jadi cadangan


Lagi-lagi Andik tidak menjadi pilihan utama. Pada pertandingan melawan Timnas Belanda (Jum’at, 7 Juni 2013), pemain mungil berkecepatan tinggi ini hanya masuk sebagai pemain penganti pada menit ke-59. Pelatih Jackson F. Thiago lebih memilih memainkan trio penyerang Sergio van Dijk, Boaz Salosa, dan Greg Nwokolo dibandingkan memainkan Andik Vermansyah. Pertandingan itu sendiri akhirnya dimenangkan tim Oranje dengan skor 3-0.

Sebenarnya bisa dibilang Andik tidak kalah kualitas dibandingkan trio penyerang ISL itu. Terbukti, setelah masuk menggantikan Greg Nwokolo, dia mampu membuat peluang dengan skill individunya. Di menit ke-75, setelah melewati salah satu bek Belanda, Andik melakukan solo run cepat dan melepaskan tembakan keras dari dalam kotak penalti. Sayang tembakannya melambung tipis di atas mistar gawang. Aksi itu membuatnya mendapat pujian dari Patrick Kuivert, asisten pelatih Timnas Belanda.

Publik mungkin bertanya, kenapa Andik yang selalu tampil impresif ketika membela Timnas harus hanya menjadi cadangan. Rasanya bukan masalah kalah bersaing dengan Greg. Tapi, jangan pula berpikir Andik jadi cadangan hanya karena dia pemain IPL.

Kalau kita cermati taktik yang sering digunakan Jackson Tiago di tim-tim asuhannya, kita akan mengerti. Pada pertandingan Persija melawan Persipura beberapa hari sebelumnya (Rabu, 5 Juni 2012), misalnya. Persipura yang tampil dengan trio penyerang Boaz, Patrick Wanggai, dan Ian Kabes tertinggal 1-2 dari tim tuan rumah. Sampai akhirnya Jackson memasukkan dua penyerang bertipikal cepat, Lucas Mandowen dan Fari Pehabol. Dua pemain inilah yang akhirnya berperan memporak-porandakan pertahanan Persija hingga akhirnya Persipura berbalik unggul 3-2.

Strategi seperti itu tidak sekali-dua kali digunakan Jackson. Setiap kali timnya tertinggal, dia akan selalu memasukkan salah satu dari Lucas Mandowen atau Feri Pahabol sebagai kartu joker bagi timnya.

Peran inilah yang sepertinya akan diberikan kepada Andik Vermansyah di Timnas. Karakternya yang cepat dan liar bisa dimanfaatkan sebagai pemain kejutan yang dimasukkan dibabak kedua jika Timnas ketinggalan gol. Pada saat bek-bek lawan mulai kelelahan, Andik akan masuk dan mengobrak-abrik pertahanan lawan, dan diharapkan bisa mencuri gol.

Pada pertandingan melawan Belada kemarin mungkin strategi ini gagal. Tapi bisa dimaklumi karena lawannya adalah tim papan atas dunia. Kedepan, sepertinya jackson Thiago akan tetap mempertahankan strateginya ini.

Andik mungkin tidak lagi berperan sebagai pemain utama di Timnas saat ini. Sekarang dia adalah kartu joker yang hanya akan dikeluarkan saat terdesak. Bukan berarti Andik disisihkan, tapi dia memainkan peran baru yang tidak kalah istimewa.

Minggu, 02 Juni 2013

Berkaca dari Pilkades Desa Sambungrejo

Kapan, ya, penyelenggaraan pemilu bisa jujur dan adil? Tampaknya masih jauh. Itu jika aku mengamati dari penyelenggaraan pemilihan umum yang paling kecil. DI lingkup Desa. Di desaku sendiri, Desa Sambungrejo, Sukodono, yang baru perlangsung kemarin (2 Juni, red).

Politikuang rupanya masih tidak dapat dihindari. Bahkan kelihatannya masih mustahil untuk dihapus dalam waktu setidaknya satu generasi mendatang. Pasalnya, uang pesangon masih menjadi barang wajib untuk diberikan kepada pemilih. Jika tidak ada itu, dipastikan calon kepala desa itu hanya akan menjadi hiasan di lembar suara.

“Mboten saget, nriki niku sampun kedik, timbang sing liya-liya,” ucap salah satu ibu-ibu warga desa dalam bahasa Jawa yang artinya, “Tidak bisa (menghapus politik uang), di sini (Desa Sambungrejo) sudah sedikit (uang pesangonnya), dibandingkan di tempat lain.”

Yah, sebenarnya memang bukan salah politikus yang mencalonkan diri, pasalnya memang kebanyakan warga pergi memberikan suaranya adalah demi mendapat uang pesangon tersebut yang jumlahnya 50 ribu rupiah. Tidak besar memang. Menurut ibu tadi di desa lain bahkan bisa lebih besar. Tapi bagi warga, yang namanya barang gratis, jangankan 50 ribu, seribu perak pun pasti senang. Karena gratis.

Yang jongos, tentu kandidat calon kepala desanya. Coba kita hitung. Pilkades kemarin, kandidat yang menang mendapatkan suara 1310. Kalikan 50 ribu. 1310 x 50.000 = 65.500.000

65 juta setengah. Itu hanya untuk pesangon. Belum untuk kebutuhan kampanye yang lain. Spanduk, selebaran, foto-foto, tim sukses, bancaan, dsb. Bisa lebih dari seratus juta. Itu hanya untuk lingkup kepala desa.

Gaji kepala desa itu berapa, sih? Kalau modal untuk mencalonkan diri saja sudah sebegitu besar, apa bisa balik modal?

Kalau sudah begitu, dari situ, kan, berangkatnya korupsi? Kalau begitu, tidak berarti apa-apa, kan 50 ribu yang didapatkan warga dibandingkan apa yang akan direbut darimereka nanti?

Kita sama-sama berharap pemilihan umum akan menjadi lebih baik lagi kedepannya. Generasi ini mungkin sudah terlalu sulit dirubah. Generasi ke depan, harus lebih baik. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, mulai dari sekarang.