Riwayat suatu masa...
ketika tanah kita masih hijau dengan rumput dan lumut,
ketika jalan-jalan kita masih berwarna tanah, tanpa aspal ruah,
kereta-kereta kita masih berbunyi keduplak-keduplak, dari kaki-kaki kuda yang menjejak.
Jauh masa sebelum nama Indonesia tercipta. Sangat jauh, 600-an
tahun hitungannya. Hidup Raja Agung, Kertanegara namanya. Kotarajanya di
Singasari, di wilayah timur pulau Jawa. Dialah sang pencetus doktrin Nusantara.
Kala itu Kertanegara menghadapi masalah pelik, berhadapan dengan
raja dari utara. Kubilai Khan, Khan Agung, raja Mongolia yang berkuasa di
dataran China. Kerajan mereka disebut juga Tar-Tar, atau Tatar, atau juga
Dinasti Yuan. Kertanegara bermusuhan dengan sang Khan karena ulahnya menghina
utusan China Tatar.
Apa mau dikata? Saat itu memang utusan Tar-Tar datang dengan
cara tak sopan, meminta Singasari tunduk pada Khan Agung mereka. Apa lacur,
Kertanegara marah, dan memulangkan si utusan dalam keadaan tak layak. Wajahnya
dirusak, telinganya dipotong sebelah.
Dimulailah permusuhan Kertanegara dan China Tatar.
Perang melawan China Tatar bukan perkara mudah. Sudah nyata
kegalakan pasukan perang mereka. Berawal dari hanya tanah tersembunyi di padang
gersang, di tengah daratan, leluhur Kubilai meluaskan kekuasaan ke barat dan ke
timur. Juga ke utara dan selatan. Seluruh China dikuasai. Raja Rusia pun terpaksa
kirim upeti. Tak ketinggalan Timur Tengah dan India. China Tatar punya kekuatan
yang ditakuti.
Tapi malah dari sinilah kecerdasan Kertanegara teruji.
Manuver politik luar biasa dia rumuskan. Itulah ambisi bersatunya seluruh Nusantara
dalam satu panji. Dalam sebuah sistem kesatuan yang setara, manunggaling kawula gusti. Doktrin
Nusantara.
Untuk menandingi kebesaran Khan Agung di China, seluruh
kerajaan di antara samudra timur dan barat harus bersatu. Bukan cuma untuk
memperbanyak pasukan demi beradu kekuatan. Tapi juga demi mengendalikan Selat
Malaka, yang saat itu menjadi titik sentral perdagangan dunia.
Memang pada akhirnya Kertanegara tidak pernah mengecap
keberhasilan cita-cita politiknya. Dia salah perhitungan. Ketika bala
militernya dia layarkan ke Sumatra untuk memulai kampanye doktrin Nusantaranya,
kerajaannya diserang Jayakatwang dari Gelang-Gelang. Matilah dia. Tapi
cita-citanya tidak mati.
Adalah Raden Wijaya, menantu sang Prabu Kertanegara yang
melanjutkan cita-cita besar itu. Dia mendirikan kerajaan Majapahit, untuk
kemudian memulai lagi kampanye Doktrin Nusantara keberbagai belahan kepulauan
luas di antara dua samudra ini.
Belum selesai juga perjuangan itu ketika sang Wijaya akhirnya
wafat. Tapi anak cucunya melanjutkan, hingga akhirnya berhasil pada masa cucu
sang Wijaya. Raja Hayam Wuruk bersama sang Mahapatihnya, Patih Gajah Mada yang
terkenal dengan sumpah Palapa.
Pada masa itu, Nusantara benar-benar telah terwujud.
Nusantara yang bersatu, berdaulat, berkuasa, dan agung. China Tatar di utara
sudah benar-benar tak berdaya untuk mengutak-atik. Bukan cuma dalam hal militernya,
tapi juga ekonominya.
Dengan bersatunya nusantara, jalur pelayaran berhasil
dikuasai. Artinya, jalur utama perdagangan dunia menjadi milik Nusantara. Nuantara
menjadi pengendali ekonomi dunia, mengendalikan alur perjalanan barang
kemana-mana. Sementara jalur sutra, jalur perdagangan lewat darat yang
dikampanyekan China Tatar tak laku di mata dunia. Jadilah Nusantara sebagai
kawasan yang dominan di dunia, utamanya di benua Asia.
Itu memeng kisah lama. Berjayanya Nusantara itu 600-an tahun
sebelum Indonesia merdeka.
Sempat kawasan ini bernasib pilu, ketika penjajahan melanda.
Orang-orang dari barat datang, lalu menipu kita. Strategi devide at impera mereka jalankan, memecah kesatuan Nusantara dengan
mengadu antara satu dengan yang lain. Ketika Nusantara lemah dari dalam, mereka
muncul sebagai pemenang. Mereka lalu berkuasa. Dan dalam kekuasannya, mereka
mulai membodohkan dan memiskinkan kita. Tiga ratusan tahun lamanya itu
berlangsung, diseluruh Nusantara.
Masa itu pun juga telah berlalu. Ketika penjajahan berakhir, muncul
Indonesia yang menamakan diri Nusantara. Nusantara baru, yang juga mengusung
ambisi warisan Kertanegara.
Sabang sampai Merauke berhasil disatukan. Miangas sampai
pulau Rote dalam satu komando. Inilah Nusantara baru, setelah Majapahit lebur 500
tahun sebelumnya. Tapi, ada yang kurang.
Benarkah ini Nusantara itu? Nusantara yang dulu itu?
Nusantara apa yang tidak bisa mengalahkan China? Padahal
Nusantara Majapahit dulu nyata-nyata mengalahkan China dengan ditandai
berakhirnya Dinasti Yuan di China pada 1368.
Nusantara apa yang tidak dapat mengendalikan sendiri jalur
Selat Malaka? Pangkalan kapal perang Amerika Serikat di Singapura menjadi bukti
nyata cacatnya kedaulatan kita di Selat Malaka.
Nusantara macam apa yang kesejahteraan masyarakatnya masih
rendah, karena tidak bisa mengendalikan harga komoditas kita? Rempah-rempah dan
buah-buahan kita dijual murah, dengan harga yang ditentukan oleh
pedagang-pedagang asing. Juga karet dan sawit kita.
Nusantara apa pula yang hanya dijuluki sebagai Negara Dunia
Ketiga? Padahal, dulu kita yang utama.
Nusantara apa yang tidak punya kapal-kapal dagang? Nusantara
apa yang kedaulatan sumber daya alamnya dikuasai asing?
Nusantara kita belum sempurna. Tentu saja. Karena Nusantara
kita masih pecah.
Ada Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, dan Filipina. Juga
Thailand, Vietnam, Kaboja, dan Myanmar. Nusantara sekarang rupa-rupa namanya.
Memang bukan masalah. Tahun 1967, persatuan sudah terbentuk dalam bendera baru Asosiation of South East Asian Nation—ASEAN. Tapi, masalahnya bersatunya belum
benar-benar padu. Perpecahan masih ada, devide
at impera masih terjadi. Indonesia diadu dengan Malaysia, Thailand diadu
dengan Myanmar dan Kamboja.
Semoga saja keadaan ini tak berlangsung lama. Toh,
rupa-rupanya kenyataan ini telah disadari pemimpin-pemimpin kita. Tahun 2015
kelak, Nusantara kan kembali dipersatukan. Bukan dari segi politik dan
kekuasaan. Bukan pemerintahannya. Tapi kehidupan masyarakatnya.
Benderanya memang sudah berbeda. Nama yang diusung pun sudah
berbeda. ASEAN sekarang namnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN slogannya. Tapi
tujuannya masih sama. Untuk mengalahkan China yang kini nomor satu di dunia,
untuk memajukan kesejahteraan umum, dan untuk sekali lagi menjadi pemimpin
dunia.
Nusantara, ASEAN, atau apalah namanya. Dengan bersatu, kita
pasti bisa.