Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Kamis, 24 Juli 2014

Prinsip Kepemimpinan sang Samurai


Adalah Toyotomi Hedeyoshi, seorang pelayan Lord Nobunaga yang akhirnya mampu mampu menyatukan Jepang kuno setelah adanya persaingan keras antar klan. Dia menyebut dirinya “Samurai Tanpa Pedang”.
Hodeyoshi bukan seseorang yang lahir dari kalangan pemimpin. Dia hanya seorang anak petani. Dia lahir di abad 16. Pada masa itu, Jepang mengalami kericuhan akibat berbagai konflik antar klan. Setelah dewasa, Hideyoshi mengabdi kepada Lord Nobunaga. Dan ketika tuannya itu mati, dia memutuskan untuk meneruskan cita-cita tuannya, yakni menyatukan seluruh jepang.
Berikut adalah prinsip-prinsip kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang membuatnya mampu meraih kesuksesan menyatukan seluruh Jepang.
1.       Fokuskan pada tindakan memberi
2.       Jadiilah orang yang pertama memaafkan
3.       Untuk mendapat kepercayaan, berilah kepercayaan
4.       Menggunakan keluasan informasi untuk mengasah persepsi
5.       Menghargai komitmen
6.       Tidak memanjakan diri dalam linangan kekuasaan
7.       Tidak sombong
8.       Tidak melakukan sesuatu dengan tujuan pamer
9.       Cepat dalam bergerak
10.   Optimis
11.   Jadilah pemimpin, bukan atasan
(Seorang atasan mengerakkan bawahan dengan perintah dari atas ke bawah. Seorang pemimpin menggerakkan pengikutnya dengan inspirasi berdasarkan visi yang disampaikannya.)


 
 
 
 
 
 
 Sumber: Muhammad, Najamuddin. 2009. Nyanyian Jiwa sang Samurai. Yogyakarta: BukuBiru

Sabtu, 21 Juni 2014

Riwayat Suatu Masa

Sumber Gambar: infrastructureglobal.com


Riwayat suatu masa...
ketika tanah kita masih hijau dengan rumput dan lumut,
ketika jalan-jalan kita masih berwarna tanah, tanpa aspal ruah,
kereta-kereta kita masih berbunyi keduplak-keduplak, dari kaki-kaki kuda yang menjejak.
Jauh masa sebelum nama Indonesia tercipta. Sangat jauh, 600-an tahun hitungannya. Hidup Raja Agung, Kertanegara namanya. Kotarajanya di Singasari, di wilayah timur pulau Jawa. Dialah sang pencetus doktrin Nusantara.

Kala itu Kertanegara menghadapi masalah pelik, berhadapan dengan raja dari utara. Kubilai Khan, Khan Agung, raja Mongolia yang berkuasa di dataran China. Kerajan mereka disebut juga Tar-Tar, atau Tatar, atau juga Dinasti Yuan. Kertanegara bermusuhan dengan sang Khan karena ulahnya menghina utusan China Tatar.

Apa mau dikata? Saat itu memang utusan Tar-Tar datang dengan cara tak sopan, meminta Singasari tunduk pada Khan Agung mereka. Apa lacur, Kertanegara marah, dan memulangkan si utusan dalam keadaan tak layak. Wajahnya dirusak, telinganya dipotong sebelah.

Dimulailah permusuhan Kertanegara dan China Tatar.

Perang melawan China Tatar bukan perkara mudah. Sudah nyata kegalakan pasukan perang mereka. Berawal dari hanya tanah tersembunyi di padang gersang, di tengah daratan, leluhur Kubilai meluaskan kekuasaan ke barat dan ke timur. Juga ke utara dan selatan. Seluruh China dikuasai. Raja Rusia pun terpaksa kirim upeti. Tak ketinggalan Timur Tengah dan India. China Tatar punya kekuatan yang ditakuti.

Tapi malah dari sinilah kecerdasan Kertanegara teruji. Manuver politik luar biasa dia rumuskan. Itulah ambisi bersatunya seluruh Nusantara dalam satu panji. Dalam sebuah sistem kesatuan yang setara, manunggaling kawula gusti. Doktrin Nusantara.

Untuk menandingi kebesaran Khan Agung di China, seluruh kerajaan di antara samudra timur dan barat harus bersatu. Bukan cuma untuk memperbanyak pasukan demi beradu kekuatan. Tapi juga demi mengendalikan Selat Malaka, yang saat itu menjadi titik sentral perdagangan dunia.

Memang pada akhirnya Kertanegara tidak pernah mengecap keberhasilan cita-cita politiknya. Dia salah perhitungan. Ketika bala militernya dia layarkan ke Sumatra untuk memulai kampanye doktrin Nusantaranya, kerajaannya diserang Jayakatwang dari Gelang-Gelang. Matilah dia. Tapi cita-citanya tidak mati.

Adalah Raden Wijaya, menantu sang Prabu Kertanegara yang melanjutkan cita-cita besar itu. Dia mendirikan kerajaan Majapahit, untuk kemudian memulai lagi kampanye Doktrin Nusantara keberbagai belahan kepulauan luas di antara dua samudra ini.

Belum selesai juga perjuangan itu ketika sang Wijaya akhirnya wafat. Tapi anak cucunya melanjutkan, hingga akhirnya berhasil pada masa cucu sang Wijaya. Raja Hayam Wuruk bersama sang Mahapatihnya, Patih Gajah Mada yang terkenal dengan sumpah Palapa.

Pada masa itu, Nusantara benar-benar telah terwujud. Nusantara yang bersatu, berdaulat, berkuasa, dan agung. China Tatar di utara sudah benar-benar tak berdaya untuk mengutak-atik. Bukan cuma dalam hal militernya, tapi juga ekonominya.

Dengan bersatunya nusantara, jalur pelayaran berhasil dikuasai. Artinya, jalur utama perdagangan dunia menjadi milik Nusantara. Nuantara menjadi pengendali ekonomi dunia, mengendalikan alur perjalanan barang kemana-mana. Sementara jalur sutra, jalur perdagangan lewat darat yang dikampanyekan China Tatar tak laku di mata dunia. Jadilah Nusantara sebagai kawasan yang dominan di dunia, utamanya di benua Asia.

Itu memeng kisah lama. Berjayanya Nusantara itu 600-an tahun sebelum Indonesia merdeka.

Sempat kawasan ini bernasib pilu, ketika penjajahan melanda. Orang-orang dari barat datang, lalu menipu kita. Strategi devide at impera mereka jalankan, memecah kesatuan Nusantara dengan mengadu antara satu dengan yang lain. Ketika Nusantara lemah dari dalam, mereka muncul sebagai pemenang. Mereka lalu berkuasa. Dan dalam kekuasannya, mereka mulai membodohkan dan memiskinkan kita. Tiga ratusan tahun lamanya itu berlangsung, diseluruh Nusantara.

Masa itu pun juga telah berlalu. Ketika penjajahan berakhir, muncul Indonesia yang menamakan diri Nusantara. Nusantara baru, yang juga mengusung ambisi warisan Kertanegara.

Sabang sampai Merauke berhasil disatukan. Miangas sampai pulau Rote dalam satu komando. Inilah Nusantara baru, setelah Majapahit lebur 500 tahun sebelumnya. Tapi, ada yang kurang.

Benarkah ini Nusantara itu? Nusantara yang dulu itu?

Nusantara apa yang tidak bisa mengalahkan China? Padahal Nusantara Majapahit dulu nyata-nyata mengalahkan China dengan ditandai berakhirnya Dinasti Yuan di China pada 1368.

Nusantara apa yang tidak dapat mengendalikan sendiri jalur Selat Malaka? Pangkalan kapal perang Amerika Serikat di Singapura menjadi bukti nyata cacatnya kedaulatan kita di Selat Malaka.

Nusantara macam apa yang kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, karena tidak bisa mengendalikan harga komoditas kita? Rempah-rempah dan buah-buahan kita dijual murah, dengan harga yang ditentukan oleh pedagang-pedagang asing. Juga karet dan sawit kita.

Nusantara apa pula yang hanya dijuluki sebagai Negara Dunia Ketiga? Padahal, dulu kita yang utama.

Nusantara apa yang tidak punya kapal-kapal dagang? Nusantara apa yang kedaulatan sumber daya alamnya dikuasai asing?

Nusantara kita belum sempurna. Tentu saja. Karena Nusantara kita masih pecah.

Ada Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, dan Filipina. Juga Thailand, Vietnam, Kaboja, dan Myanmar. Nusantara sekarang rupa-rupa namanya. Memang bukan masalah. Tahun 1967, persatuan sudah terbentuk dalam bendera baru Asosiation of South East Asian Nation—ASEAN. Tapi, masalahnya bersatunya belum benar-benar padu. Perpecahan masih ada, devide at impera masih terjadi. Indonesia diadu dengan Malaysia, Thailand diadu dengan Myanmar dan Kamboja.

Semoga saja keadaan ini tak berlangsung lama. Toh, rupa-rupanya kenyataan ini telah disadari pemimpin-pemimpin kita. Tahun 2015 kelak, Nusantara kan kembali dipersatukan. Bukan dari segi politik dan kekuasaan. Bukan pemerintahannya. Tapi kehidupan masyarakatnya.

Benderanya memang sudah berbeda. Nama yang diusung pun sudah berbeda. ASEAN sekarang namnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN slogannya. Tapi tujuannya masih sama. Untuk mengalahkan China yang kini nomor satu di dunia, untuk memajukan kesejahteraan umum, dan untuk sekali lagi menjadi pemimpin dunia.

Nusantara, ASEAN, atau apalah namanya. Dengan bersatu, kita pasti bisa.


Kita berkumpul disini tuk persahabatan
kita berkumpul disini untuk kemajuan selamanya
mari kita perkuat kebersamaan kita
mari kita perkuat kebersamaan kita
mari kita perkuat persatuan kita, selamanya....

kawasan kita bersatu dan terus maju
dunia kita bersatu dan maju selalu...
satu dunia satu cita-cita
bersama kita bisa
bersatu dan maju, selamanya...

(petikan lirik lagu “Bersatu dan Maju/Together We can Rise” oleh SBY)

***Hasan Irsyad

Selasa, 18 Februari 2014

Review: SELALU ADA PILIHAN


SELALU ADA PILIHAN
Penulis    : Susilo Bambang Yudhoyono
Penerbit : Kompas, 2014

Sistem pemerintahan Indonesia sekarang sudah sama sekali berbeda dengan Indonesia dulu. Dulu otoriterian, sekarang demokrasi. Dulu wewenang presiden tidak terbatas. Bisa seenaknya menetapkan konstitusi. Punya wewenang membubarkan parlemen/DPR. Punya hak mengumumkan perang dengan negara lain. Sekrang tidak lagi. Undang-undang ditetapkan oleh legislatif, presiden hanya mengusulkan. Tidak berwewenang membubarkan parlemen, bahkan parlemen yang punya hak memberhentikan presiden. Mengumumkan perang harus dengan persetujuan parlemen. Hal-hal yang menunjukkan bahwa sejatinya sistem pemerintahan kita bergerak menuju semi parlementer. Bukan mutlak presidensial lagi.

Hal diatas adalah sedikit dari banyak hal yang dibahas oleh SBY dalam bukunya, “Selalu Ada Pilihan”.

Secara umum buku ini terbagi dalam 4 bab: “1. Inilah Negara Kita Saat Ini”; “2. Asal Tahu, Beginilah jadi Presiden”; “3. Ingin Jadi Presiden, Menangkan Pemilu Mendatang”; dan “4. Semoga enjadi Presiden yang Sukses”; ditambah dengan pendahuluan “Sudah Siapkah Kita?” dan penutupan “Melangkah ke Depan: Peluang dan Pilihan Selalu Ada.” Sesuai dengan judul keempat babnya, SBY melalui buku ini mengajak Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang untuk melihat realitas di Indonesia pada masa kini, lalu berkisah tentang suka duka beliau selama menjadi presiden, dilanjutkan dengan nasihat-nasihat untuk para penerus bangsa yang ingin menjadi pemimpin masa depan Indonesia.

Sempat saya berharap—meskipun sebenarnya sadar bahwa itu tidak mungkin—dalam buku ini SBY akan membocorkan sedikit hal-hal yang sifatnya dirahasiakan oleh pemerintah selama ini. Dan seperti yang saya duga, tidak ada. Kecuali beberapa hal yang sifatnya rahasia pribadi atau beberapa hal yang bukan rahasia tapi salama ini saya belum tahu. Misalnya sebelum menuju pilpres 2009, SBY terlebih dahulu menanyakan kesediaan anggota keluarga beliau—istri(Ani Yudhayono), anak-anak (Agus Harimurti dan Edhie Baskoro), serta menantu (Anisa Pohan)—untuk mengijinkan beliau mencalonkan lagi sebagai presiden. Pasalnya selama 5 tahun majasa batan pertama beliau, keluarga mau tidak mau juga menerima pedasnya kritik miring, bahakn fitnah keji dari pers dan lawan politik. Sebut saja Ibu Ani dibilang nasrani, Agus Harimurti dibilang sempat meninggalkan tugas ketika menjadi bagian pasukan perdamaian di Lebanin, hingga Ibas (Edhie Baskoro) dikatakan suka memakai pakaian lengan panjang karena tangannya penuh bekas jarum suntuk dan silet (artinya pemakai narkoba). Selain itu, ada pula cerita ketika DK PBB membahas resolusi mengenai isu nuklir Iran (2007)—saat itu Indonesia menjabat sebagai anggota DK PBB—Prsiden RI sempat menolak menerima telepon dari Presiden Iran, Presiden Ahmadinejad, dan Presiden Amerika Serikat, Presiden Bush.

“Pak Presiden, barangkali Bapak adalah Presiden pertama di dunia ini yang tidak mau menerima teleponnya Presiden Amerika Serikat.” {SBY mengutip kelakar Dr. Dino Patti Djalal (Staf Khusus Presiden Hubungan Internasional) dalam Selalu Ada Pilihan: 165)

Ditanya idealisme yang disampaikan SBY dalam buku ini, jelas. Sama dengan sikap dan ucapan beliau selama ini. SBY mendukung demokrasi di Indonesia beserta seluruh proses yang harus dijalani. Sekalipun, justru sebenarnya selama 9 tahun ini beliau adalah korban dari demokrasi kebablasan di Indonesia. Kritik, kecaman, hujatan, cacian dari pers, lawan politik, maupun para demonstran. Beliau hanya berharap Indonesia akan mencapai demokrasi yang lebih matang pada masa mendatang. Beliau mengharapkan peran pers yang debih seimbang dalam menyambaikan berita, juga sikap dewasa dari para elit politik di Indonesia.

Mengenai politik luar negeri, tetap dengan politik bebas aktif. Yang selama pemerintahan beliau diwijudkan dalam kebijakan thousand friends zero enemy.

Ada yang menarik mengenai rahasia bagaimana beliau bisa tahan menghadapi cacian, hujatan, dan makian selama ini. Salah satunya adalah karena beliau percaya bahwa ucapan-ucapan miring itu tidak mewakili kebanyakan isi hari rakyat Indonesia. Semuanya kelihatan besar hanya karena diblow up oleh media-media besar. Buktinya nyata. Pada 2004, sekalipun saat itu SBY dihajar oleh media-media besar dengan hujatan dan cacian, nyatanya tetap terpilih kembali dengan jumlah suara dan presentase kemenangan lebih besar. Selain itu, beliau melihat pula hasil survey dari 3 lembaga (tidak disebutkan namanya), SMS dan surat yang masuk ke Presiden, serta spontanitas rakyat ketika beliau berkunjung ke daerah. Tiga hal di atas menunjukkan positif, SBY dicintai rakyatnya.

Satu lagi review yang ingin saya bagikan. Awalnya SBY tidak berpikir untuk menjadi presiden. Beliau hanya menginginkan beberapa jabatan lain yang tidak setinggi itu. Itupun ternyata gagal dia raih. Pada saat menjadi bagian Angkatan Darat TNI, beliau sangat ingin mencapai jabatan KepalaStaf Angkatan Darat (KSAD). Tidak kesampaian. Meski namanya sudah diusulkan oleh Panglima TNI saat itu ( Jendral Wiranto), Presiden Gus Dur menolaknya. Alasannya Gus Dur meminta SBY menjadi menteri. SBY terpaksa mengalah meski sebenarnya beliau jauh lebih menginginkan jabatan KSAD dibanding menjadi menteri. Bahkan pada dua masa pemerintahan sebelumnya, SBY sebenarnya juga sempat diajak menjadi menteri tapi dia tolak demi mengejar impian menjadi KSAD. Pada masa selanjutnya, SBY juga sempat ingin menjadi wakil presiden. Yakni pada pemilihan wakil Presiden Megawati, yang pada akhirnya SBY kalah dari Hamzah Haz. Dua kali SBY gagal mencapai cita-citanya. Tapi dia ikhlas menerima. Akhirnya, tidka jadi wapres dia malah jadi presiden. Tidak jadi KSAD malah jadi panglima tertinggi TNI. SBY berharap pemimpin masa depan Indonesia belajar darinya. Mau jadi presiden, harus siap ikut pemilu. Ikut pemilu, harus siap kalah dan siap menang. Toh, asalkan mau menerima dengan legowo dan belajar dari kesalahan, kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.