Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Jumat, 15 November 2013

HIDEE - Cahaya Biru Menuju Purnama





Judul      : Hidee - Cahaya Biru Menuju Purnama
Penulis   : Hasan Irsyad
Penerbit : Senja












Semburat cahaya biru memancar ke langit begitu Hidee mencabut Pedang Hitam. Semua mulut dan semua mata terbuka lebar, terpesona oleh pemandangan yang mereka lihat. Cahaya biru memancar lurus ke atas, membelah gelapnya malam, seolah-olah ingin membangun jembatan, menghubungkan bumi dengan purnama yang sedang berada di tengah-tengah.

Hidee menghilang dari barisan pasukan yang akan menyerang Kerajaan Ashira. Bukan. Bukan karena dia takut, tapi karena tahu bawa perang itu bukan untuknya. Perang yang sesungguhnya adalah bagian dari bangsa gergasi.

Hidee tak pernah menyangka kepergiannya menjadi kunci penemuan Pedang Hitam. Itulah bekal yang ia gunakan untuk maju ke medan peperangan. Dia telah berubah menjadi seorang kesatria yang siap membela Pangeran Diangga, putra mahkota Kerajaan Lakapuri yang sah…

lihat di web penerbit

Dibalik Lahirnya Hidee


Akhirnya terbit juga. Begitulah kira-kira perasaaan saya melihat novel pertama saya telah terpegang di tangan. Yup, yang di samping itu adalah penampakan covernya.

Ssst!!!
Bisa dibilang sebenarnya pengerjaan Novel ini adalah proyek coba-coba saya, dulu. Tapi, malah kemudian dari proyek coba-coba ini, saya belajar banyak hal.

Ketika itu adalah masa-masa kelam hidup saya. Patah hati, kuliah bermasalah, dan galau tentang masa depan. Ketika saya mulai menulis dulu, awalnya saya melakukan itu dengan tujuan sebagai profesi alternatif saya karena sudah menduga bakal gagal dalam kuliah saya di jurusan teknik waktu itu. Waktu itu, saya pikir menjadi penulis akan menjadi pilihan tepat kerena itu pekerjaan yang mudah, tidak akan merepotkan. Tapi, apa yang terjadi kemudian?

Saya baru tahu. Ternyata, menulis itu tidak gampang. Menulis tidak main-main. Susah. Setahun berlalu, novelku cuma jadi beberapa belas halaman. Tapi, saat itu saya mengatakan dalam hati saya (bahkan saya terakan dalam status Facebook) entah dalam waktu dua, tiga, empat, atau bahkan lima tahun pun, saya harus menyelesaikan novel ini. Itu adalah komitmen saya waktu itu.

Singkat cerita, dengan semangat kerja keras dan tekun menulis setiap malam, Sekitar setengah tahun kemudian selesailah ia. Bersyukurlah saya.

Sampai di sini, saya belajar, “Apa pun pekerjaan yang saya tekuni, tidak akan berhasil jika niatku hanya setengah-setengah, dengan landasan tidak mau susah. Tapi dengan kerja keras, apapun bisa diselesaikan.”

Belum selesai sampai disitu ceritanya. Setelah saya menyelesaikan novel itu, lalu saya mencetaknya untuk saya berikan pada teman-teman agar mereka membacanya sebelum saya tawarkan ke penerbit. Apa yang terjadi? Dari dua teman yang saya beri cetakan naskah novel saya, dua-duanya tidak bisa menyelesaikan membaca. Bahkan saudaraku sendiri juga hanya sampai setengah.

Bagaimanapun, tujuan orang menulis adalah agar tulisannya dibaca. Ketika orang menolak membacanya, itu adalah pukulan terbesar bagi penulis. Saya kecewa berat tentunya. Tapi, disitu saya belajar hal selanjutnya.

Selama ini saya orang yang suka bertindak reflektif dengan mencari gampangnya saja. Katakanlah jika ada jalan becek, ya aku cari jalan lain yang tidak becek. Tidak pernah terpikirkan olehku untuk menyeberangi jalan becek itu walaupun tujuanku sebenarnya ada di seberang jalan becek sana. Termasuk tentang kuliahku di jurusan teknik itu, yang sudah harus berakhir tanpa ijazah karen aku tidak mau melewati jalan becek. Tapi, sekarang tidak boleh lagi. Kini, “Aku sudah menentukan arah tujuanku. Bagaimanpun caranya, aku harus sampai di sana.”

Akhirnya, dengan semangat rendah hati, aku membaca sendiri tulisanku dan harus kuakui, caraku bercerita cenderung berbelit-belit dan membosankan. Tapi, sesuai keyakinanku waktu itu, aku sudah mentukan tujuan, bagaimanapun aku harus sampai di sana. Bagimana pun, aku harus menerbitkan novel pertamaku ini.

Maka, aku edit lagi naskahku. Butuh waktu beberapa bulan untuk itu. Dan hasilnya, lumayan, lah. Sudah jauh lebih menarik dari sebelum diedit.

Lalu, aku kirimkan naskahku ke penerbit.

Selanjutnya, aku belajar untuk “sabar dan tawakal”. Aku sudah melakukan yang terbaik. Selanjutnya, biar Tuhan yang menetukan.

Alhamdulillah. Setelah penantian panjang hampir setahun, terbitlah dia. November 2013 naskah aku kirim ke penerbit, Februari 2013 mendapat konfirmasi email dari penerbit, Maret 2013 membuat MOU, Oktober 2013 novelku terbit. Alhamdulillah.

Ternyata, semuanya memang harus dilakukan dengan kerja keras. Jadi sekarang pun saya harus bekerja keras lagi untuk menulis novel saya yang selanjutnya, yang harus lebih baik dari novel pertama ini.