Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Senin, 30 Juli 2012

Maritime Challenge Indonesia meraih Spirit of Atlantic Challenge di Irlandia Utara


Nyebrang dikit dari kehingar-bingaran olimpiade 2012 di pulau Britania. Kita menuju Irlandia Utara, tepatnya pantai Bantry Bay, tempat diadakannya event Atlantic Challenge 2012 – international contest of seamanship – .

Keikut sertaannya sebagai satu-satunya peserta dari Asia Pasifik pada acara internasional dua tahunan tersebut tidak sia-sia. Tim Maritime Challenge yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa ITS dan PPNS, Surabaya itu berhasil menyabet gelar prestisius  “Spirit of Atlantic Challenge”.

"Itu penghargaan untuk tim terbaik dalam kerja sama dengan negara lain. Karena kompetisi itu bukan sekadar kompetisi kebaharian, namun bagaimana membangun spirit kebaharian dan menjalin kesepahaman antarbangsa," Bapak Prof. Daniel M. Rosyid, pembina UKM Maritime Challenge.


Selain itu, kapal “Rojo Segoro” yang dipakai tim ini selama perlombaan juga mendapat penghargaan khusus sebagai "The Best Beautiful Boat in Contest". Kapal ini merupakan kapal yang telah susah payah dibangun sendiri oleh anak-anak Maritime Challenge di bengkel PPNS. Seluruh tim dan semua elemen lain yang terlibat di dalam pembuatan "Rojo Segoro" sudah pasti sangat bangga dengan gelar ini.

Perlu diketahui pula, tim Maritime Challenge adalah satu-satunya tim yang menggunakan kapal buatannya sendiri di event ini.

Selain dua penghargaan diatas, tim juga mendapatkan dua sertifikat lomba terbaik. Yakni juara ketiga untuk kategori L'Esprit (kerja sama tim dengan tim negara lain untuk menyelesaikan race) dan juara kedua dalam kategori "Rowing" (lomba dayung sejauh dua mil laut).

Keberhasilan ini sangat luar biasa mengingat betapa jauhnya perjalanan yang harus ditempuh tim dari Surabaya, Indonesia ke Bantry, Irlandia Utara. Tim Maritime Challenge, Indonesia adalah tim dari negara terjauh sekaligus satu-satunya dari Asia Pasifik. Selain itu, mereka membangun kapalnya sendiri dan melakukan persiapkan sendiri – termasuk menggalang dana sendiri –. Sebuah balasan yang pantas bagi yang sudah bekerja keras.

So, semangat kawan! Keberhasilan kalian akan menginspirasi anak-anak muda lain di negara ini.

We fight for our nation and the rediscovery of our rich maritime heritage!

Senin, 16 Juli 2012

Mempelajari BHINEKA TUNGGAL IKA dari Sumbernya


Semua orang tahu semboyan Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetap satu jua. Ketika ditanya dari mana semboyan itu berasal, saya rasa sebagian besar tahu bahwa ungkapan itu tercantum dalam kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Tapi, pernahkah anda membaca kitab itu? Tahukah anda apa isi kitab itu? Dan pada bagian mana Bhineka Tunggal Ika disebutkan?

Kebetulan saya punya buku itu. Kakawin Sutasoma oleh Mpu Tantular terbitan Komunitas Bumbu yang disertai terjemahan oleh Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo. Akan saya sampaikan sinopsisnya.

Berbeda dengan Negarakretagama yang merupakan catatan nyata Sang Mpu Prapanca selama mengikuti perjalanan Raja Majapahit mengelilingi kerajaan, Kitab Sutasoma sepertinya lebih bernilai sasta daripada sejarah. Bisa dibilang kitab ini adalah sekuel dari Mahabarata karena setting tempat ceritanya sama, kerajaan Hastina dan sekitarnya, dan setting waktunya sendiri jauh bertahun-tahun setelah kematian para pandawa.

Tokoh utama dalam Kakawin Sutasoma bernama Sutasoma (disebut juga Mahajina). Dia adalah putra mahkota kerajaan Hastina, lahir dari pasangan Raja Mahaketu dan Dewi Prajnyadhari. Diceritakan dia adalah titisan Batara Jina (Sang Budha) dan ketika kelahirannya mambawa berkah bagi seluruh alam. Yang sakit sembuh, orang albino mejadi tidak albino lagi, orang sakit kulit sembuh, dan seterusnya. Mirip seperti kisah kelahiran Sidharta Gautama.

Dikisahkan Pangeran Sutasoma tumbuh dewasa dengan cepat. Parasnya sangat rupawan sehingga membuat kaum hawa diseluruh kerajaan Hastina jatuh hati padanya. Namun, Sang Sutasoma tidak berminat untuk kawin. Dia tidak ingin menikah, tidak ingin menikmati kebahagiaan dunia. Bahkan tidak ingin menduduki kursi raja Hastina menggantikan ayahnya. Padahal, semua orang sudah menunggu Sutasoma naik menjadi raja karena telah tersohor bahwa dia adalah orang yang sangat pandai lagi berbudi mulia selain sebagai seorng yang rupawan. Satu-satunya keinginannya adalah untuk menjadi pertapa yang itu artinya dia akan melupakan segala urusan duniawi. Padahal, saat itu dunia sedang kisruh karena kekacauan yang dibuat raja raksasa bernama Porusada (merupakan nama dalam wujud jahatnya yang berarti penjagal manusia karena dikisahkan raja Porusada suka memakan manusia, nama aslinya Raja Ratnakanda). Dan telah diramalkan bahwa Sang Titisan Budha inilah satu-satunya yang bisa mengalahkan raksasa itu.

Sutasoma kukuh pada pendiriannya. Maka, berangkatlah ia diam-diam keluar dari kerajaan untuk bertapa di gunung Semeru.

Dalam perjalanan menuju pertapaannya, Sutasoma dibantu oleh pertapa bernama Kesawa. Dalam perjalanannya menuju gunung Semeru, Sutasoma bertemu seorang makhluk jahat berkepala gajah yang bernama Gajawaktra. Dikisahkan, Sang Sutasoma mendatangi Gajawaktra untuk memberinya peringatan agar tidak berbuat jahat lagi. Gajawaktra marah, dia hendak menyerang Sutasoma. Tapi, seketika dia dikalahkan oleh Sutasoma dan akhitnya ia bertobat. Selanjutnya, berturut-turut hal yang sama terjadi pada Nagaraja, seekor naga, dan Ratu Macan. Mereka semua bertobat dan menjadi murid dari Sutasoma.

Setelah sampai di pertapaannya, Sutasoma bertapa sendirian. Beragam cobaan didapatkannya, namun semua dapat dilaluinya. Diceritakan bahwa para dewa di kayangan tidak rela Sutasoma menjadi pertapa. Mereka ingin agar Sang Titisan Budha naik takhta, menjadi raja, memimpin dunia, dan memerangi angkara sehingga damailah seluruh dunia. Untuk itu, dikirimlah dewi-dewi cantik untuk menggoda Sutasoma agar dia terbangun dari tapanya.

Tapi, Sutasoma teguh dalam pertapaannya. Dewi-dewi cantik yang menggodanya tidak dia hiraukan. Hingga akhirnya Dewa Indra yang turun tangan. Dewa Indra menjelma menjadi seorang perempuan yang sangat cantik. Ratusan kali lebih cantik dari dewi tercantik di Kayangan. Namun, Sutasoma tetap teguh. Ia tidak tertarik sama sekali dengan godaan-godaan yang di lancarkan perempuan cantik penjelmaan Indra.

Merasa yang ia lakukan percuma, Indra kembali ke wujud aslinya. Lalu, ia memohon agar Sutasoma membatalkan tapanya. Ia memohon agar Sutasoma berbelas kasih pada seluluh dunia yang akan sengsara jika Sutasoma menjadi pertapa. Jika Sutasoma menjadi pertapa, maka kejahatan tidak ada yang bisa memerangi. Akhirnya, dunia jatuh pada kegelapan dan kesengsaraan. Dengan cara ini, akhirnya Sutasoma bersedia mengakhiri tapanya.

Setelah mengakhiri tapanya, Sutasoma kembali ke kerajaan Hastina. Dalam perjalanan pulangnya, ia melewati Negeri Kasipura, kerajaan milik saudara sepupunya Raja Datraputra. Raja Datraputra disebit pula Raja Dasabahu karena saat bertarung bisa berubah wujud menjadi bertangan sepuluh. Lalu, Sutasoma dinikahkan dengan adik bungsu Raja Dasabahu yang bernama Candrawati. Sutasoma dan Candrawati menikah di sebuah pulau yang sangat indah bagaikan syurga.

Setelah pernikahan itu, Sutasoma pulang ke Hastina dan naik takhtalah ia.

Sementara itu, di tempat lain, dikisahkan Raja Porusada, Sang Raja Raksasa tengah terluka parah dan hampir mati. Lalu, ia memohon pada Batara Kala agar ia disembuhkan. Sebagai gantinya, ia bernazar akan mempersembahkan seratus raja manusia untuk santapan Batara Kala. Permohonan Porusada dikabulkan. Seketika ia sembuh. Setelah itu, mulailah ia berburu raja manusia untuk dipersembahkan hidup-hidup pada Batara Kala.

Porusada menyebabkan banyak perang. Seluruh dunia dibuatnya geger.

Singkat cerita, seratus orang raja telah dikumpulkan Raja Porusada untuk dipersembahkan pada Kala. Tapi, Batara Kala menolaknya. Ia mengatakan bahwa raja-raja itu tidak patut untuk menjadi santapannya. Sebagai gantinya, ia menginginkan raja Hastina. Batara Kala ingin agar Porusada mempersembahkan Raja Sutasoma untuk menjadi santapannya.

Maka, berangkatlah Porusada dengan membawa pasukan dan raja-raja bawahannya berperang ke Hastina.

Dengan cepat, berita itu sampai ke Hastina. Mendengar bahwa Kala menginginkan dirinya, Sutasoma berniat untuk menyerahkan diri. Hal itu demi menghindari jatuhnya korba jika sampai Porusada membawa pasukannya merusak kerajaan. Namun, para kesatria dan raja-raja bawahannya tidak rela. Terutama adalah sang Mahapatih Jayapati dan sepupu raja sendiri, Raja Dasabahu. Maka, berangkatlah pasukan Hastina dengan dipimpin mereka menemui pasukan Raja Porusada dalam perang.

Diceritakan, perang sangat dahsyat. Perang terjadi siang dan malam karena di malam hari, kobaran api menyala terang bagaikan siang. Korban yang jatuh jutaan dari kedua belah pihak. Pada hari0hari terakhir, Mahapatih Jayapati dan Raja Dasabahu juga ikut gugur di medan laga.

Akhirnya, Raja Sutasoma turun sendiri ke medan perang dengan mengendarai keretanya. Keajaiban terjadi mengiringi kedatangan Sang Raja Titisan Budha. Ketika ia lewat, segala kerusakan hilang. Pohon-pohon yang terbakar hijau kembali. Prajurit-prajurit yang mati hidup kembali baik manusia maupun raksasa. Termasuk Mahapatih Jayapati dan Raja Dasabahu juga hidup kembali. Raja Sutasoma mendatangi Porusada untuk menyerahkan diri. Ia rela dirinya dipersembahkan pada Batara Kala asalkan Porusada tidak melanjutkan perang yang akan membawa banyak kesusahan.

Namun, Porusada yang tidak mengetahui hal itu berniat menyerang Sutasoma. Ia mengeluarkan aneka macam senjatanya yang sangat ampuh untuk menyerang Rutasoma. Tapi, semuanya tidak mempan. Akhirnya, ia merubah wujudnya menjadi Kalagnirudra yang sangat menakutkan. Ia seperti hendak menghancurkan dunia.

Melihat hal itu, Para dewa menjadi takut. Lalu, mereka turun dan memelas pada Porusada:
“Tuanku, engkau adalah guru kami. Janganlah melakukan hal ini! Punyailah belas kasih pada makhluk-makhlukmu yang hancur sebelum berakhirnya zaman(yuganta).
Meskipun keberanianmu dilipatkan seribu kali, karena engkau hendak mengalahkan raja Hastina, mustahil engkau bisa melakukannya. Meskipun dia seorang raja, namun beliau adalah titisan Buddha. Dan tidak ada perbedaan antara Hyang Buddha dan Hyang Siwa, raja para dewa.
Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang. Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda. Namun, pada hakekatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan hana Dharma Mangrwa)**

Namun, kemurkaan Porusada tidak mereda. Akhirnya, para dewa memohon pada Sutasoma agar memusnahkan kemurkaan Porusada. Sutasoma mengabulkannya. Ia mengeluarkan senjata bajra yang bersinar terang seperti matahari. Sinarnya menerangi Porusada. Dan, seketika, hilanglah keangkaraan Porusada. Ia menjadi jinak, terjernihkan hatinya.

Setelah Porusada menjadi baik, ia memohon maaf pada Sutasoma. Ia mengaku bahwa sesungguhnya ia hanya terpaksa demi menuruti keinginan Batara Kala karena terikat janji. Ia juga memohon agar Sutasoma mengurungkan niatnya menyerahkan diri pada Batara Kala. Namun, Sutasoma menolak. Ia meminta agar Porusada mengantarkannya kepada Batara Kala. Ia harus menyerahkan dirinya agar bisa menyelamatkan seratus orang raja yang tengah disekap di kediaman Kala. Dengan berat hati, Porusada mengantarkannya.

Sesampainya di kediaman Batara Kala, Sutasoma langsung menemui Batara Kala dan mengatakan bahwa ia siap di santap sang Kala asalkan seratus orang raja yang telah dia sekap dibebaskan. Batara Kala menyetujuinya. Ia melepaskan seratus orang raja dan hendak menelan Sutasoma.

Tapi, ketika Kala mulai memasukkan Sutasoma ke dalam mulutnya, ketika tubuh Sutasoma menyentuh pangkal tenggorokan Kala, Kala berhenti menelan. Kejahatan dalam diri Kala telah hilang oleh kesucian hati Sutasoma. Sutasoma menyuruh Kala untuk meneruskan menelannya. Tapi, Kala malah urung menelan Sutasoma. Lalu, dia mengatakan bahwa sesungguhnya ia tidak bermaksud menyantap Sutasoma. Ia mnyuruh Porusada membawa Sutasoma padanya sebenarnya karena mendengar kemasyhuran Sutasoma dalam menjernihkan kejahatan yang ada dalam diri seseorang.

Sejak itu, Batara Kala bertobat. Ia melakukan tapabrata hingga akhirnya berwujud kembali sebagai Hyang Pasupati. Raja Ratnakanda/Porusada juga melaksanakan tapa dengan mengajak banyak raksasa lain. Sejak itu, raksasa tidak lagi berbuat jahat. Dunia aman sejahtera. Raja Ratnakanda akhirnya menjadi pengawal Buddha di Jinalaya. Dia tidak lagi berwujud raksasa.

Demikian kisah yang diceritakan pada Kitab Sutasoma. Yang perlu diperhatikan kitab ini adalah kitab yang ditulis Mpu Tantular untuk menjembatani perbedaan keyakinan antara penganut Hindu dan Budha pada masa kerajaan Majapahit. Karena itu, kalimat Bhineka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa” lebih ditujukan untuk tidak membeda-bedakan antara agama Hindu dan Budha. Sedangkan Bhineka Tunggal Ika yang kita anut sebagai Bangsa Indonesia pengertiannya lebih diperluas. Bhineka Tunggal Ika yang kita anut ialah mengajarkan untuk menghormati setiap perbedaan yang ada pada bangsa ini. Perbedaan suku, agama, bahasa induk, budaya, dan lain-lain. Biarpun berbeda, kita tetap satu, Bangsa Indonesia.

*    Sumber: Buku Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular, penerjemah Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo, penerbit Komunitas bambu, Jakarta, 2009
** Bagian yang berhuruf merah adalah kutipan langsung dari buku sumber halaman 503 baris ke 20-27 diteruskan halaman 505 baris 1-7.

Kamis, 05 Juli 2012

Gemar Menulis: Style Dahlan Iskan yang Saya Suka


lilustrasi dari: http://static.republika.co.id/uploads/images
/detailnews/dahlan-iskan-ilustrasi-_120117150648-798.jpg
Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Group, Mantan Dirut PLN, sekarang menteri BUMN, siapa yang tidak kenal?
Kali ini yang saya bahas adalah stylenya sebagai seorang menteri yang khas dibandingkan dengan menteri-menteri lain.

Ada banyak hal yang menarik perhatian dari style Dahlan Iskan. Mulai dari hal kecil seperti wajahnya yang selalu ceria dengan hiasan tawa, dan kebiasaan nyelenehnya memakai sepatu kets bahkan ketika keluar masuk istana negara. Sampai motonya yang dia pakai untuk memimpin kementerian BUMN sekarang, "Kerja, kerja, kerja".

Tapi, sebagai seseorang yang hobi menulis, yang paling menarik perhatian saya adalah bahwa Dahlan Iskan adalah seorang menteri yang aktif menulis. Setelah menjadi meteri pun ia masih sering menulis dan mengisi artikel-artikel di berbagai media, baik koran cetak maupun situs berita internet. Beberapa diantaranya:

Plok Plok Plok di Istana Jogja vivanews
Mayat Itu Berjalan Lagi Bukan Sebagai Kuntilanak Antaranews
Inisiatif Sendiri Untuk Mencari Solusi Antaranews
Garuda Kalahkan MAS, BatanTek Meng-Asia  vivanews
DLL lah.

Secara pribadi saya sangat menyukai gaya tulisan beliau. Bukan bahasanya, bukan sintaksis atau semantisnya, tapi saya sangat menyukai nada optimis yang selalu dipancarkan pada setiap tulisannya. Bagi saya, itu sangat penting bagi Indonesia yang sedang butuh banyak tenaga pendorong keoptimisan.

Saya tidak pernah bertanya langsung pada Bapak SBY. Tapi, menurut saya memiliki meteri yang suka menulis di berbagai media tentu adalah suatu keberuntungan tersendiri baginya. Atau, jangan-jangan Pak SBY sengaja mencari menteri yang hobi menulis, ya? Entahlah, yang jelas keuntungan yang bisa didapat diantaranya:
  • Rakyat tahu apa yang dilakukan pemerintah (dlm hal ini kemen.BUMN, tapi tak jarang juga Dahlan menuliskan apa yang dilakukan Pemerintah secara global-bukan cm kemen.BUMN-)
  • Mendapat dukungan rakyat.
    Seperti yang saya sebutkan tadi, tulisan Dahlan Iskan sangat optimis. Itu bisa menggerakkan hari rakyat untuk mendukung program-program yang dijalankan pemerintah. Minimal mendoakan lah.
  • Kalau sudah mendapat dukungan rakyat, berarti pencitraan, dong!
    Emang apa salahnya? Sedikit OOT. Menurut saya pribadi, pemimpin harus memiliki citra baik di mata rakyat. Masalahnya, masyarakat itu mudah dihasut. Dari dulu, berita baik selalu lebih mudah menyebar daripada berita baik. Akibatnya, merusak citra seseorang(dlm hal ini pemerintah) sangat mudah dilakukan oleh orang lain(oposisi). Karena itulah pencitraan dilakukan. Jadi, pencitraan penting asalkan bukan melalui jalan kebohongan ajah.
Selain kebiasaan menulisnya, mungkin para pembaca menyukai Dahlan Iskan karena alasan yang lain. Tapi, bagi saya, yang saya ambil dari beliau sebagai inspirasi adalah:

"Kalau Pak Menteri yang sibuk saja masih sempat menulis, kenapa saya tidak?"