Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Diskusi Warung Kopi (dot) Blogspot (dot) com

Sabtu, 21 Juni 2014

Riwayat Suatu Masa

Sumber Gambar: infrastructureglobal.com


Riwayat suatu masa...
ketika tanah kita masih hijau dengan rumput dan lumut,
ketika jalan-jalan kita masih berwarna tanah, tanpa aspal ruah,
kereta-kereta kita masih berbunyi keduplak-keduplak, dari kaki-kaki kuda yang menjejak.
Jauh masa sebelum nama Indonesia tercipta. Sangat jauh, 600-an tahun hitungannya. Hidup Raja Agung, Kertanegara namanya. Kotarajanya di Singasari, di wilayah timur pulau Jawa. Dialah sang pencetus doktrin Nusantara.

Kala itu Kertanegara menghadapi masalah pelik, berhadapan dengan raja dari utara. Kubilai Khan, Khan Agung, raja Mongolia yang berkuasa di dataran China. Kerajan mereka disebut juga Tar-Tar, atau Tatar, atau juga Dinasti Yuan. Kertanegara bermusuhan dengan sang Khan karena ulahnya menghina utusan China Tatar.

Apa mau dikata? Saat itu memang utusan Tar-Tar datang dengan cara tak sopan, meminta Singasari tunduk pada Khan Agung mereka. Apa lacur, Kertanegara marah, dan memulangkan si utusan dalam keadaan tak layak. Wajahnya dirusak, telinganya dipotong sebelah.

Dimulailah permusuhan Kertanegara dan China Tatar.

Perang melawan China Tatar bukan perkara mudah. Sudah nyata kegalakan pasukan perang mereka. Berawal dari hanya tanah tersembunyi di padang gersang, di tengah daratan, leluhur Kubilai meluaskan kekuasaan ke barat dan ke timur. Juga ke utara dan selatan. Seluruh China dikuasai. Raja Rusia pun terpaksa kirim upeti. Tak ketinggalan Timur Tengah dan India. China Tatar punya kekuatan yang ditakuti.

Tapi malah dari sinilah kecerdasan Kertanegara teruji. Manuver politik luar biasa dia rumuskan. Itulah ambisi bersatunya seluruh Nusantara dalam satu panji. Dalam sebuah sistem kesatuan yang setara, manunggaling kawula gusti. Doktrin Nusantara.

Untuk menandingi kebesaran Khan Agung di China, seluruh kerajaan di antara samudra timur dan barat harus bersatu. Bukan cuma untuk memperbanyak pasukan demi beradu kekuatan. Tapi juga demi mengendalikan Selat Malaka, yang saat itu menjadi titik sentral perdagangan dunia.

Memang pada akhirnya Kertanegara tidak pernah mengecap keberhasilan cita-cita politiknya. Dia salah perhitungan. Ketika bala militernya dia layarkan ke Sumatra untuk memulai kampanye doktrin Nusantaranya, kerajaannya diserang Jayakatwang dari Gelang-Gelang. Matilah dia. Tapi cita-citanya tidak mati.

Adalah Raden Wijaya, menantu sang Prabu Kertanegara yang melanjutkan cita-cita besar itu. Dia mendirikan kerajaan Majapahit, untuk kemudian memulai lagi kampanye Doktrin Nusantara keberbagai belahan kepulauan luas di antara dua samudra ini.

Belum selesai juga perjuangan itu ketika sang Wijaya akhirnya wafat. Tapi anak cucunya melanjutkan, hingga akhirnya berhasil pada masa cucu sang Wijaya. Raja Hayam Wuruk bersama sang Mahapatihnya, Patih Gajah Mada yang terkenal dengan sumpah Palapa.

Pada masa itu, Nusantara benar-benar telah terwujud. Nusantara yang bersatu, berdaulat, berkuasa, dan agung. China Tatar di utara sudah benar-benar tak berdaya untuk mengutak-atik. Bukan cuma dalam hal militernya, tapi juga ekonominya.

Dengan bersatunya nusantara, jalur pelayaran berhasil dikuasai. Artinya, jalur utama perdagangan dunia menjadi milik Nusantara. Nuantara menjadi pengendali ekonomi dunia, mengendalikan alur perjalanan barang kemana-mana. Sementara jalur sutra, jalur perdagangan lewat darat yang dikampanyekan China Tatar tak laku di mata dunia. Jadilah Nusantara sebagai kawasan yang dominan di dunia, utamanya di benua Asia.

Itu memeng kisah lama. Berjayanya Nusantara itu 600-an tahun sebelum Indonesia merdeka.

Sempat kawasan ini bernasib pilu, ketika penjajahan melanda. Orang-orang dari barat datang, lalu menipu kita. Strategi devide at impera mereka jalankan, memecah kesatuan Nusantara dengan mengadu antara satu dengan yang lain. Ketika Nusantara lemah dari dalam, mereka muncul sebagai pemenang. Mereka lalu berkuasa. Dan dalam kekuasannya, mereka mulai membodohkan dan memiskinkan kita. Tiga ratusan tahun lamanya itu berlangsung, diseluruh Nusantara.

Masa itu pun juga telah berlalu. Ketika penjajahan berakhir, muncul Indonesia yang menamakan diri Nusantara. Nusantara baru, yang juga mengusung ambisi warisan Kertanegara.

Sabang sampai Merauke berhasil disatukan. Miangas sampai pulau Rote dalam satu komando. Inilah Nusantara baru, setelah Majapahit lebur 500 tahun sebelumnya. Tapi, ada yang kurang.

Benarkah ini Nusantara itu? Nusantara yang dulu itu?

Nusantara apa yang tidak bisa mengalahkan China? Padahal Nusantara Majapahit dulu nyata-nyata mengalahkan China dengan ditandai berakhirnya Dinasti Yuan di China pada 1368.

Nusantara apa yang tidak dapat mengendalikan sendiri jalur Selat Malaka? Pangkalan kapal perang Amerika Serikat di Singapura menjadi bukti nyata cacatnya kedaulatan kita di Selat Malaka.

Nusantara macam apa yang kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, karena tidak bisa mengendalikan harga komoditas kita? Rempah-rempah dan buah-buahan kita dijual murah, dengan harga yang ditentukan oleh pedagang-pedagang asing. Juga karet dan sawit kita.

Nusantara apa pula yang hanya dijuluki sebagai Negara Dunia Ketiga? Padahal, dulu kita yang utama.

Nusantara apa yang tidak punya kapal-kapal dagang? Nusantara apa yang kedaulatan sumber daya alamnya dikuasai asing?

Nusantara kita belum sempurna. Tentu saja. Karena Nusantara kita masih pecah.

Ada Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, dan Filipina. Juga Thailand, Vietnam, Kaboja, dan Myanmar. Nusantara sekarang rupa-rupa namanya. Memang bukan masalah. Tahun 1967, persatuan sudah terbentuk dalam bendera baru Asosiation of South East Asian Nation—ASEAN. Tapi, masalahnya bersatunya belum benar-benar padu. Perpecahan masih ada, devide at impera masih terjadi. Indonesia diadu dengan Malaysia, Thailand diadu dengan Myanmar dan Kamboja.

Semoga saja keadaan ini tak berlangsung lama. Toh, rupa-rupanya kenyataan ini telah disadari pemimpin-pemimpin kita. Tahun 2015 kelak, Nusantara kan kembali dipersatukan. Bukan dari segi politik dan kekuasaan. Bukan pemerintahannya. Tapi kehidupan masyarakatnya.

Benderanya memang sudah berbeda. Nama yang diusung pun sudah berbeda. ASEAN sekarang namnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN slogannya. Tapi tujuannya masih sama. Untuk mengalahkan China yang kini nomor satu di dunia, untuk memajukan kesejahteraan umum, dan untuk sekali lagi menjadi pemimpin dunia.

Nusantara, ASEAN, atau apalah namanya. Dengan bersatu, kita pasti bisa.


Kita berkumpul disini tuk persahabatan
kita berkumpul disini untuk kemajuan selamanya
mari kita perkuat kebersamaan kita
mari kita perkuat kebersamaan kita
mari kita perkuat persatuan kita, selamanya....

kawasan kita bersatu dan terus maju
dunia kita bersatu dan maju selalu...
satu dunia satu cita-cita
bersama kita bisa
bersatu dan maju, selamanya...

(petikan lirik lagu “Bersatu dan Maju/Together We can Rise” oleh SBY)

***Hasan Irsyad