Beliau
adalah idola saya ketika masih kecil. Dan sampai sekarang masih menjadi idola
saya meskipun saya gagal mengikuti jejak beliau untuk menjadi seorang
insinyur.
Prof.
Dr. Ing. B.J. Habibie. Namanya super populer di penghujung tahun sembilan puluhan
sampai kemudian secara tragis beliau harus meninggalkan negara tercinta
Indonesia Raya dan kembali ke Jerman.
Saya
ingat ketika masih kecil dulu beliau disebut-sebut sebagai orang super jenius.
Orang paling pintar se-Indonesia, bahkan beberapa orang menyebut sedunia (lebay
memang sih). Beliau populer sebagai orang Indonesia yang mampu membuat pesawat
terbang bahkan sampai diangkat dalam lagu hits anak-anak yang dibawakan salah
satu artis cilik terpopuler saat itu, Joshua.
“Cita-citaku,
uu uu, ingin jadi profesor
Bikin
pesawat terbang, seperti Pak Habibie”
Anak
muda sekarang yang berusia +- 20 tahunan, siapa yang gak tahu lagu ini?
Sempat
down setelah ditinggal pergi untuk
selamanya oleh istri tercinta, beliau bisa segera bangkit kembali. Menurut
penuturan beliau, beliau sempat nyaris gila setelah meninggalnya Ibu Ainun
Habibie, istrinya.
“Benar,
itu memang benar. Malam hari, di rumah saya sendirian tidak pakai alas
kaki, tidak pakai baju piyama. Saya merasakan sedih yang teramat dalam.
Saya bertanya sendiri. Kemana Ainun? Kemana dia? Kok bisa pergi?”
Hebatnya,
saat itu (karena memang sebagai seorang tokoh besar dunia) dokter-dokter Jerman
dan Indonesia yang ada di Jerman langsung merasa mereka harus membantu Pak
Habibie tanpa diminta. Mereka berembug. Dan hasilnya mereka sepakat, Pak
Habibie harus segera ditolong. Kalau tidak dia bisa mati karena sedih. Tiga macam
opsi diberikan pada Pak Habibie, yakni; dirawat di RSJ; dirawat di rumah dengan pantauan tim dokter;
dan yang ketiga beliau harus menulis buku tentang istrinya. Singkatnya beliau
memilih pilihan ketiga dan jadilah buku “Habibie dan Ainun”.
Sebagai
seorang senior, Pak Habibie tak berhenti bekerja keras. Ketika banyak orang
sudah hampir menyerah dan pesimis terhadap dunia kedirgantaraan Nasional,
beliau tetap menunjukkan sikap pantang menyerah. Hal itu ditunjukkan dengana
apa yang dilakukannya baru-baru ini.
10
Agustus 2012 lalu, seusai upacara peringatan Harteknas, Prof. Habibie mengumunkan pembentukan PT RAI (Ragio Aviasi Industri). Proyek pertama dari perusahaan ini
adalah untuk membangkitkan pesawat turbopropeler N250 yang telah menjadi
primadona pada Indonesian Air Show 1996 namun proyeknya berhenti pada 1997
karena krismon.
Perusahaan
ini dibentuk bersama dua perusahaan swasta
yakni PT Ilhabi Rekatama milik Ilham Akbar Habibie dan PT Modal Elang milik
mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah. Beliau juga
mengungkapkan bahwa beliau juga akan mengajak eks karyawan IPTN yang kini tersebar di berbagai belahan dunia. Beliau juga mengatakan bahwa nantinya, dalam proyek
pertama ini PT RAI tidak akan bekerja sendiri, namun juga melibatkan elemen
lain seperti Kemenristek, BPPT, dan PT DI.
Sebagai
penonton, saya hanya bisa berharap dan berdoa semoga akhirnya N250 kebanggan
Indonesia ini akhirnya bisa terwujud dan mengangangkasa dalam jumlah banyak di
langit Nusantara, bahkan Desantara, Dwipantara, Yawana, Jenggi dan Eropa*. Tapi
mesti sabar, kata si Mbah, setidaknya butuh lima tahun untuk bisa melihat hasil
dari berdirinya PT RAI ini.
So.
Yok, si Mbah masih semangat. Ayo, kita juga semangat!
Let
Be Optimist, Fight for Our Nation!
*ket: Nusantara=Wilayah yang sekarang meliputi Indonesia,
malaysia, filipina, termasuk juga Australia dan negara-negara kecil di sekitarnya.
Desantara=negara kawasan Asean selain Nusantara. Dwipantara=China dan India.
Jenggi=Afrika.
Merupakan istilah-istilah yang dipakai pada naskah-naskah
jawa kuno.